Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Agama

Tabarruj dalam Perspektif Islam: Antara Estetika dan Etika Sosial

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : A Yahya

01 - Dec - 2025, 10:14

Placeholder
Ilustrasi wanita yang memamerkan kecantikannya secara berlebihan (ist)

JATIMTIMES - Di banyak ruang publik hari ini, tabarruj, kebiasaan mempertontonkan kecantikan secara berlebihan, sering dianggap hal remeh, sepele bahkan normal. Seolah tidak ada garis batas yang pernah diperingatkan. Padahal dalam ajaran Islam, tabarruj bukan sekadar pilihan gaya, tetapi peringatan keras yang telah disuarakan sejak masa Rasulullah: sesuatu yang tampak kecil, tapi berpotensi meretakkan tatanan sosial jika dibiarkan.

Ajaran itu datang bukan untuk mengekang, tetapi untuk menjaga. Abu Hurairah Radhiyallahu-anhu meriwayatkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai dua golongan penghuni neraka yang belum pernah dilihat sebelumnya. Salah satunya adalah kelompok perempuan yang “berpakaian tetapi telanjang”, berjalan dengan gaya memancing perhatian, dan rambut yang ditata menjulang menyerupai punuk unta. Ancaman itu tegas: mereka tidak akan mencium aroma surga, sementara wangi surga bisa tercium dari jarak perjalanan yang sangat jauh.

Baca Juga : 30 Peserta UKW Dinyatakan Kompeten, OJK Turut Ajak Wartawan Berantas Pinjol Ilegal

Peringatan serupa terikat dalam firman Allah SWT di Surah Al-Ahzab ayat 33. Ayat itu meminta para perempuan untuk menjaga diri dan tidak berperilaku seperti masa jahiliyah terdahulu, masa ketika pamer kecantikan menjadi budaya yang tak terkendali.

"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya" 

Ummu Salamah Radhiyallahu-anha mengisahkan bahwa ketika ayat tersebut turun, para perempuan Anshar langsung merespons cepat. Kerudung mereka menjadi lebih panjang, lebih gelap, hingga tampak seperti burung gagak hitam yang bertengger di kepala mereka karena begitu rapat menutupi tubuh.

Reaksi serupa terlihat dari kaum Muhajirin. Aisyah Radhiyallahu-anha mengenang momen ketika turun perintah menutup dada dalam Surah An-Nur ayat 31.

"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman: 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung (kerudung) ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada... [dan seterusnya]. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung".

Para wanita segera merobek kain tebal di rumah mereka untuk dijadikan kerudung tambahan, bukan karena dipaksa, tetapi karena ingin menjaga martabat diri sebagaimana yang diajarkan agama.

Baca Juga : Kiai Sepuh NU Gelar Forum di Kediri, Serukan Islah dan Hentikan Kisruh PBNU

Isu batasan pakaian pun pernah ditanyakan langsung kepada Rasulullah. Ketika Ummu Salamah bertanya tentang panjang pakaian perempuan, Nabi menyarankan agar diulurkan sejengkal. Ketika ia merasa bagian kaki masih terlihat, Rasulullah memberikan kelonggaran hingga satu hasta, namun tidak lebih. Sebuah batas yang jelas: ruang bagi perempuan untuk menjaga aurat tanpa melewati garis kesederhanaan.

Dalam hadis lain, Rasulullah menyebutkan karakter wanita terbaik, penyayang, suka membantu, subur, dan bertakwa. Sebaliknya, beliau mengingatkan tentang perempuan yang suka mempertontonkan kecantikannya sambil bersikap sombong. Mereka, kata beliau, termasuk golongan munafik, dan amat sedikit dari mereka yang akan masuk surga, diibaratkan sedikitnya burung gagak yang memiliki kedua sayap berwarna putih.

Semua pesan ini bermuara pada satu hal: tabarruj bukan sekadar masalah estetik. Ia menyentuh aspek moral, sosial, dan spiritual. Ketika dianggap sepele, ia membuka celah bagi hawa nafsu, konflik, hingga kerusakan sosial yang lebih luas. Karena itu, wanita beriman diingatkan agar tidak terjebak pada perilaku yang tampak indah di permukaan, tetapi menggerogoti dari dalam.

Di era ketika pamer diri di media sosial terasa lumrah, peringatan lama ini justru terasa semakin relevan. Bukan untuk mengekang perempuan, tetapi untuk menjaga mereka dari kerusakan yang tidak selalu tampak di permukaan. Sebab apa yang diremehkan hari ini, bisa jadi adalah bencana yang membesar tanpa disadari.


Topik

Agama tabarruj pamer kecantikan hukum tabarruj



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Batu Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Anggara Sudiongko

Editor

A Yahya