JATIMTIMES - Universitas Brawijaya (UB) menyalakan babak baru dalam gerakan kebudayaan global. Melalui kolaborasi dengan UNESCO Chair, kampus ini tengah merancang International Workstation on Rural Development and Sustainability Program, ruang kerja internasional yang diproyeksikan menjadi mesin penggerak industri kreatif berbasis budaya dari Malang Raya menuju panggung dunia.
Inisiatif ini diumumkan dalam International Workshop “From Heritage to Innovation: Empowering Cultural-Based Creative Industries” yang berlangsung 21–23 November 2025 di Auditorium Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UB. Sejumlah akademisi, pemerintah daerah, komunitas pendidikan, hingga pakar internasional duduk satu meja memetakan masa depan industri kreatif berbasis kultur.
Baca Juga : Heboh! FIFA Hapus Poster Resmi Piala Dunia 2026 Usai Tak Sertakan Cristiano Ronaldo
Rektor UB, Prof. Widodo, menegaskan bahwa kerja sama ini bukan sekadar seremoni. Ia menyebutnya sebagai momentum untuk masuk ke sistem dunia UNESCO. “Keberadaan world system UNESCO ini akan memudahkan aktivitas dan karya kita untuk diproyeksikan secara global,” ujarnya.
Menurutnya, budaya lokal, wayang, tari, kesenian, hingga filosofi hidup masyarakat, selama ini menjadi jantung soft diplomacy Indonesia di luar negeri. Ia menambahkan bahwa filosofi hidup dalam tiap budaya mampu menjadi pondasi kuat bagi pengembangan peradaban global. “Setiap seni selalu membawa nilai. Ada tata krama, ada cara hidup. Itu yang ingin kita bawa sebagai kontribusi Indonesia,” katanya.

Prof. Widodo juga menekankan bahwa langkah ini akan membuka jalan bagi desa-desa budaya di Malang Raya. Dirinya menyebut tengah merancang konsep sister village dengan China, Korea, dan Thailand. UNESCO Chair UB, nantinya akan turun langsung memetakan kesiapan sejumlah desa.
“Kemarin sudah ada dua desa di Kabupaten Malang dan beberapa titik lain di Kota Malang yang direkomendasikan,” ujarnya.
Lebih lanjutz Prof. Widodo juga menegaskan bahwa operasional UNESCO Workstation dimulai segera. Workstation ini dirancang sebagai ruang pelatihan, konsultasi, riset, konferensi, hingga festival kebudayaan. Sasarannya luas: anak muda, masyarakat desa, akademisi, hingga pelaku industri kreatif. “Implementasinya mulai hari ini. Kami mengundang stakeholder, pemerintah kota, kabupaten, Kota Batu, LSM, dan tokoh pendidikan, untuk merumuskan apa yang bisa dikerjakan bersama,” jelasnya.
Pakar kebijakan budaya UNESCO sekaligus Dekan Institute for Cultural Industries Peking University, Prof. Dr. Yong (Hardy) Xiang, memberi perspektif global tentang urgensi kolaborasi ini.
Ia menyebut era kebudayaan yang sedang tumbuh di Asia, yang ia istilahkan sebagai Era Lunar, sebagai momentum emas bagi negara-negara Global South seperti Indonesia. “Indonesia dan Tiongkok sama-sama memiliki keragaman budaya yang luar biasa. Era Lunar bukan sekadar modernisasi, tapi bagaimana menjadikan kekayaan budaya sebagai sumber pembangunan,” ungkapnya.
Baca Juga : Pemkot Kediri dan BPJS Ketenagakerjaan Perluas Perlindungan Pekerja Rentan lewat Perwali 24/2025
Menurut Prof. Hardy, workstation ini akan menjadi platform yang memberi dampak nyata: mulai dari konsultasi kebijakan budaya, riset profesional, program pelatihan untuk anak muda, perempuan, hingga pemerintah desa.
“Kami bisa menyelenggarakan konferensi, festival, tur pendidikan internasional, bahkan menyediakan dana untuk kreativitas dan keberlanjutan lunar,” jelasnya. Baginya, workstation ini adalah rumah bersama untuk mengembangkan industri kreatif berbasis budaya dengan standar global.
Dengan lahirnya International Workstation ini, UB dan UNESCO Chair membuka pintu lebar bagi transformasi budaya di tingkat akar rumput, mendorong desa-desa, komunitas seni, hingga kreator muda untuk tampil di panggung internasional. Langkah ini bukan sekadar proyek akademik. Ia sedang membentuk ekosistem baru, di mana tradisi, kreativitas, dan teknologi digital bertemu untuk melahirkan inovasi budaya yang membumi sekaligus mendunia.
